Senin, 23 Februari 2009

Badai Matahari, materialnya diperkirakan mencapai Bumi


Badai Matahari tahun 2011-2012

Badai Matahari tahun 2011-2012

Flare di permukaan matahari sangat dahsyat, kalau pas maksimal bisa menjulang sauangaaaat tinggi:

Flare di Matahari

Flare di Matahari

Bagi yangminat lihat animasi Flare matahari paling update, ini linknya:

http://www.space.com/spacewatch/sun_cam_animated.html

Sebuah planet asing yang baru ditemukan sangat istimewa karena mengorbit bintang yang tengah sekarat. Planet semacam ini dicari-cari karena dapat membantu para astronom mempelajari proses hancurnya planet. Hal tersebut akan membuka pengetahuan baru mengenai proses terjadinya kiamat di tata surya.

Planet asing tersebut jenis palnet gas dan berukuran enam kali Planet Jupiter. Ia mengorbit bintang raksasa merah bernama HD 102272 yang berada di rasi bintang Leo, 1200 tahun cahaya dari Bumi (1 tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer). Di bintang ini sebelumnya pernah ditemukan planet lain namun dengan jarak orbit lebih jauh.

Bintang-bintang berukuran kecil dan sedang seperti Matahari diyakini akan berangsur-angsur berubah menjadi bintang raksasa merah seiring berkurangnya emisi energi nuklir yang dilepaskannya. Begitu hidrogennya habis dilepaskan, inti bintang akan mengembang lalu mulai membakar helium. Bagian permukannya akan menggembung hingga 100 kali ukuran aslinya. Saat Matahari berubah sebesar itu, Bumi dan sejumlah planet mungkin telah hancur.

“Saat bintang-bintang raksasa merah mengembang, mereka akan melahap planet-planet terdekat,” ujar Alexander Wolszczan, seorang pakar astrofisika dari Pennsylvania State University yang merekam planet baru itu dengan Hobby-Eberly Telescope di Observatorium McDonals, Texas, AS. Ia dan timnya menggunakan teknik pemantauan gejolak cahaya saat planet melakukan transit atau melintas di depan bintangnya.

Planet yang baru ditemukan hanya berjarak 0,6 AU (1 astronomical unit setara dengan jarak Matahari-Bumi). Ini merupakan jarak terdekat sebuah planet dengan bintang raksasa merah yang pernah terekam sejauh ini. Bintangnya sendiri baru 10 kali lipat ukuran Matahari dan akan terus mengembang hingga 100 kali lipat.

“Planet itu sendiri mengorbit bukan di ruang hampa melainkan gas yang dihembuskan akibat gejolak bintang. Jadi, energi untuk mengorbit terganggu gesekan atmosfernya dengan gas dan akhirnya mulai limbung bergerak spiral,” jelas Wolszczan. Bagaimana akhir cerita planet tersebut, Wolszczan mengatakan mungkin belum akan terjadi dalam 100 juta tahun ke depan. Matahari sendiri membutuhkan waktu 5 miliar tahun untuk berubah menjadi bintang raksasa merah.

Sumber : http://endonefree.blogspot.com/2008/12/sebuah-planet-asing-dekati-kiamat.html

Badai Tornado

Mungkin pertanyaan yang terlintas pertama kali dalam pikiran Anda adalah: Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin pemanasan global bisa mengancam kehidupan di planet bumi? simaklah fakta-fakta singkat berikut ini:

Fakta #1: Mencairnya es di kutub utara & selatan

Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya!

Mencairnya es saat ini berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat mereka berpikir ulang mengenai model prediksi yang telah dibuat sebelumnya.

Para ilmuwan mengakui bahwa ada faktor-faktor kunci yang tidak mereka ikutkan dalam model prediksi yang ada. Dengan menggunakan data es terbaru, serta model prediksi yang lebih akurat, Dr. H. J. Zwally, seorang ahli iklim NASA membuat prediksi baru yang sangat mencengangkan:

HAMPIR SEMUA ES DI KUTUB UTARA AKAN LENYAP PADA AKHIR MUSIM PANAS 2012!

Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh.

Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang disebutWilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh.

Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 1.950 kilometer persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi, bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang,” ujar Scambos.

“Beberapa kejadian akhir-akhir ini merupakan titik yang memicu dalam perubahan sistem,” ujar Sarah Das, peneliti dari Institut Kelautan Wood Hole. Perubahan di Antartika sangat kompleks dan lebih terisolasi dari seluruh bagian dunia.

Antartika di Kutub Selatan adalah daratan benua dengan wilayah pegunungan dan danau berselimut es yang dikelilingi lautan. Benua ini jauh lebih dingin daripada Artik, sehingga lapisan es di sana sangat jarang meleleh, bahkan ada lapisan yang tidak pernah mencair dalam sejarah. Temperatur rata-ratanya minus 49 derajat Celsius, tapi pernah mencapai hampir minus 90 derajat celsius pada Juli 1983. Tak heran jika fenomena mencairnya es di benua yang mengandung hampir 90 persen es di seluruh dunia itu mendapat perhatian serius peneliti.

Urutan gambar satelit proses keruntuhan Wilkins Ice Shelf. Gambar besar di sebelah kiri diambil pada tanggal 6 Maret 2008. NSIDC mengambil gambar-gambar ini melalui satelit Aqua dan Terra milik NASA.

Fakta #2: Meningkatnya level permukaan laut.

Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut (grafik di samping menunjukkan hasil pengukuran level permukaan air laut selama beberapa tahun terakhir). Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter! Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.

Fakta #3: Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim

NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.

Tanpa diperkuat oleh pernyataan NASA di atas-pun Anda sudah dapat melihat efeknya pada lingkungan di sekitar kita. Anda tentu menyadari betapa panasnya suhu disekitar Anda belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat di prediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan. Anda juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita semakin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.

Bila fenomena dalam negeri masih belum cukup bagi Anda, Anda juga dapat mencermati berita-berita internasional mengenai bencana alam. Badai topan di Jepang dan Amerika Serikat terus memecahkan rekor baru dari tahun ke tahun. Anda dapat mencermati informasi-informasi ini melalui media masa maupun internet. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrim ini.

Fakta #4: Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas

Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat.

Daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48° Celcius! (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30°-37° Celcius). Suhu di St. George disusul oleh Las Vegas dan Nevada yang mencapai 47° Celcius, serta beberapa kota lain di Amerika Serikat yang rata-rata suhunya di atas 40° Celcius. Daerah Death Valley di California malah sempat mencatat suhu 53° Celcius!.

Serangan gelombang panas kali ini bahkan memaksa pemerintah di beberapa negara bagian untuk mendeklarasikan status darurat siaga 1. Serangan tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak.

Pada tahun 2003, daerah Eropa Selatan juga pernah mendapat serangan gelombang panas hebat yang mengakibatkan tidak kurang dari 35.000 orang meninggal dunia dengan korban terbanyak dari Perancis (14.802 jiwa). Perancis merupakan negara dengan korban jiwa terbanyak karena tidak siapnya penduduk dan pemerintah setempat atas fenomena gelombang panas sebesar itu. Korban jiwa lainnya tersebar mulai dari Inggris, Italia, Portugal, Spanyol, dan negara-negara Eropa lainnya. Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan parah dan kegagalan panen merata di daerah Eropa.

Mungkin kita tidak mengalami gelombang-gelombang panas maha dahsyat seperti yang dialami oleh Eropa dan Amerika Serikat, tetapi melalui pengamatan dan dari apa yang Anda rasakan sehari-harinya. Anda dapat juga merasakan betapa panasnya suhu di sekitar Anda. Cobalah perhatikan seberapa sering Anda mendengar ataupun mungkin mengucapkan sendiri kata-kata seperti: “Panas banget ya hari ini!”

Apabila Anda kebetulan bekerja di dalam ruangan ber-AC dari pagi hingga siang hari sehingga Anda tidak sempat merasakan panasnya suhu belakangan ini, Anda dapat menanyakannya kepada teman-teman ataupun orang disekitar Anda yang kebetulan bekerja di luar ruang. Orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan menggunakan kendaraan terbuka di siang hari bolong (misalnya sales dengan sepeda motor) mungkin dapat menceritakan dengan lebih jelas beta-pa panasnya sinar matahari yang menyengat punggung mereka.

Fakta #5: Habisnya Gletser-Sumber Air Bersih Dunia

Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia. Dan sayangnya itulah yang terjadi saat ini. Gletser-gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang mengkhawatirkan!.

NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter kubik! Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global, hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus memanas. Dan dipastikan bahwa umat manusialah yang bertanggung jawab untuk hal ini.

Sumber : http://www.sejutablog.com/pemanasan-global-ancaman-terbesar-planet-bumi/


Komet Lulin, si komet hijau nan cantik yang akan mendekati Bumi. Kredit : Jack Newton

Tahun 1996, seorang bocah laki-laki di China melihat sesuatu lewat eyepiece teleskop kecilnya. Sesuatu yang mengubah seluruh hidupnya. Yang ia lihat saat itu adalah sebuah komet dengan nyala yang indah, terang dan mengepulkan asap pada ekornya. .

Saat itu, si bocah megira dialah satu-satunya yang melihat dan menemukan keajaiban itu. Namun ia kemudian mengetahui sudah ada orang lain yang lebih dahulu menemukannya. Kedua orang itu bernama Hale dan Bopp.

Dan mereka telah mengalahkannya. Walau kecewa, Quanzhi Ye muda bertekad untuk menemukan kometnya sendiri suatu saat nanti. Dan hari itu pun tiba. Si bocah berhasil meraih impiannya.

Sore itu di antara kehangatan musim panas bulan Juli 2007, Ye yang sudah berusia 19 tahun dan menjadi mahasiswa meteorologi di Universitas Sun Yat Sen, China, berada di belakang mejanya memandang taburan bintang dalam medan tanpa warna yang ada di hadapannya.

Itu sebuah foto yang diambil beberapa malam sebelumnya oleh astronom Taiwan Cie Sheng Lin dalam patroli angkasa di Observatorium Lulin. Jari-jemari Ye bergerak dari satu titik ke titik lainnya dan ia pun berhenti. Ada yang berbeda di foto itu. Salah satu bintangnya bukanlah bintang. Yup.. itu sebuah komet, dan kali ini Ye yang pertama kali mengenalinya.

Komet Lulin, begitulah ia kemudian dinamakan menurut nama observatorium tempat fotonya diambil, kini tengah menempuh perjalanan mendekati Bumi. Sebuah komet cantik berwarna hijau yang dapat terlihat oleh siapapun saat ini dengan mata telanjang.

Dari Arizona, astronom amatir Jack Newton mengirimkan foto Komet Komet C/2007 N3 atau Komet Lulin dari observatoriumnya di Arizona. Foto indah itu diambil dengan teleskop 14 inch pada tanggal 1 February 2009. “Mataku yang sudah tua masih tak mampu untuk mengenali cerlangnya komet itu, karena itu teleskopku yang melihatnya.” kata Newton.

Pada tanggal 24 februari 2009, Komet Lulin akan berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi yakni 0,41 SA atau 61.335.180 km. Pada saat itu, Komet Lulin akan tampak terang di angkasa dengan kecerlangan 4 atau 5 magnitud, dengan kata lain area dengan langit yang gelap akan dapat melihat keindahannya.

Inilah untuk pertama kalinya Komet Lulin mengunjungi area bagian dalam Tata Surya, dan membiarkan dirinya mengenal sinar Matahari sehingga kejutan apapun bisa saja terjadi.

Keindahan warna hijau pada diri Lulin datang dari gas yang membentuk atmosfer berukuran Jupiter pada dirinya. Letupan yang muncul dari inti komet juga mengandung cyanogen (CN: gas beracun yang ditemukan pada banyak komet) dan karbon diatomik (C2). Kedua substansi ini akan berwarna hijau saat disinari matahari dalam ruang hampa udara.

Pada tahun 1910, masyarakat panik saat astronom menyatakan Bumi akan dilewati Commet Halley yang kaya dengan ekor gas cyanogen. Peringatan yang salah saat itu dberikan kepada masyarakat. isinya : seutas ekor komet tak akan mampu menembus atmosfer Bumi yang rapat.

Seandainya bisa, cyanogen yang ada tidak akan cukup untuk menjadi masalah di Bumi. Komet Lulin yang sedang mendekat bulan ini akan memberi dampak yang lebih sedikit dibanding komet Halley. Pada titik terdekatnya dengan Bumi, Lulin akan berada pada jarak 38 juta mil dari Bumi, dan tidak akan membahayakan.

Nah untuk melihat komet Lulin, bangunlah jam 3 dini hari. Komet ini akan terbit beberapa jam sebelum Matahari terbit dan akan tampak di area 1/3 di atas langit selatan sebelum fajar. Nah untuk menemukan komet Lulin, inilah jadwalnya :

Posisi Komet Lulin di langit tanggal 6 Februari 2009. Kredit : Science@NASA

Posisi Komet Lulin di langit tanggal 6 Februari 2009. Kredit : Science@NASA

6 Februari : Komet Lulin akan meluncur di Zubenelgenubi, bintang ganda yang berada pada titik tumpu Libra. Zubenelgenubi merupakan penunjuk arah yang bagus karena bisa dilihat oleh mata.

Binokular yang diarahkan ke bintang ganda ini akan mengungkap keindahan komet Lulin. Dini hari tadi, para pengamat melaporkan kalau Komet Lulin tampak dengan kecerlangan 5.8-6.4 magitud.

16 Februari : Komet Lulin melewati Spica di rasi Virgo. Spica adalah bintang bermagnitudo 1 magnitud. Finderscope yang diarahkan ke Spica akan menangkap Komet Lulin dalam medan pandangnya.

24 Februari : Lulin berada pada titik terdekatnya dengan Bumi. Lulin akan berada beberapa derajat dari Saturnus di rasi Leo. Saturnus seperti biasa dapat dilihat oleh mata telanjang. Demikian juga Lulin.

Menurut Ye, Komet Lulin tidak hanya menakjubkan dalam keindahannya yang langka, namun juga karena keajaiban penemuannya. Komet ini merupakan kolaborasi antara astronom Taiwan dan China.

“Penemuan Lulin tidak akan terjadi tanpa kontribusi kedua belah negara yang terpisah oleh selat” kata Ye. Chi Sheng Lin dan anggota Observatoium Lulin-lah yang memberikan citra yang dibutuhkan Ye untuk dianalisis datanya hingga ditemukanlah Komet Lulin.

Bisa jadi di suatu tempat di bulan ini, ada seorang bocah yang melihat Komet Lulin dan merasakan gairah yang pernah dirasakan Ye saat melihat komet Hale-Bopp di tahun 1996. Dan siapa yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari …

Itulah yang sempat jadi imajinasi Ye. Namun ia berharap pengalamannya akan dapat menjadi inspirasi bagi pemuda lainnya untuk mengejar impian mereka.

Sumber : http://langitselatan.com/2009/02/06/komet-lulin-si-hijau-yang-mendekati-bumi/

Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.

Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus.

Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi ‘tidak aktif’ ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju menutupi di berbagai belahan dunia.

Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.

Siklus Matahari

Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini, akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda sekira 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).

Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin. Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.

Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori “Dinamo Matahari” (Solar Dynamo). Seorang pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi, Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D menggunakan komputer.

Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ).

Penemuan yang dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam.

Sumber : http://madzhaluna.wordpress.com/2009/02/19/keajaiban-siklus-matahari/

Foto : http://antwrp.gsfc.nasa.gov/apod/image/0712/solarcycle_soho.jpg

Badai Matahari Tahun 2012


Bintik Matahari Solar Cycle 24 (noaa)
California, Amerika Serikat - Cahaya matahari adalah berkah bagi manusia. Namun kini, matahari bisa jadi biang kekacauan telekomunikasi di bumi. Pasalnya, aktivitas baru di matahari yang disebut Solar Cycle 24 terlacak oleh lembaga atmosfer Amerika Serikat, NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration).

Bintik matahari pertama sebagai penanda awal aktivitas tersebut dijumpai NOAA. Aktivitas ini akan berlangsung dalam waktu 11 tahun dengan pembentukan bintik matahari dan badai matahari yang kemungkinan memuncak di tahun 2011 atau 2012. Menurut NOAA, aktivitas tersebut bisa mengancam sistem komunikasi pesawat, sinyal GPS (Global Positioning System) dan jaringan ponsel di planet bumi.

"Bintik matahari ini adalah sinyal awal badai matahari yang intensitasnya akan terus meningkat dalam tahun-tahun mendatang," tandas ilmuwan Douglas Biesecker dari Space Weather Prediction Center (SWPC) di NOAA.

Bintik matahari adalah sebuah aktivitas magnetis di permukaan matahari. Bintik baru temuan NOAA itu diidentifikasi sebagai #10.981 dan menjadi bintik matahari terbaru yang terlihat sejak NOAA menghitungnya mulai tahun 1972.

Menurut NOAA, dalam badai matahari, ada materi yang bisa sampai ke bumi dan mengganggu sistem komunikasi, sumber daya, sinyal GPS dan bahkan membahayakan satelit. Pembicaraan via ponsel dan penarikan uang dari ATM juga bisa terganggu.

"Ketergantungan kita pada teknologi berbasis angkasa membuat ancaman ini lebih berbahaya. Peran NOAA sangat penting untuk mengantisipasi gangguan ini," ungkap administrator NOAA, Conrad C. Lautenbacher seperti dikutip detikINET dari NOAANews, Rabu (9/1/2008). Ramalan akan datangnya Solar Cycle 24 tersebut telah dikemukakan sejak bulan April 2007. ( fyk / wsh )

The image “http://science.nasa.gov/headlines/y2003/images/superstorm/venhaus.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.
Badai matahari terbentuk karena terjadinya gejolak di atmosfer matahari yang dipicu terbentuknya bintik hitam. Kondisi ini dapat mengakibatkan loncatan api / solar flare yang materinya dapat terlontar ke Bumi. Ketika materi tersebut melintas di atmosfer Bumi, maka terjadilah Aurora dan badai elektromagnetik.

Partikel dari badai Matahari tersebut diperkiran sampai ke Bumi pada tahun 2011-2012. Partikel bermuatan listrik ini dapat menghasilkan noise atau gangguan besar pada frekuensi radio 1,2GHz - 1,6GHz. Ini sangat mengancam sinyal GPS.

“Jumlah dan intensitas noise akan meningkat dan dapat mengaburkan sinyal GPS selama periode ini,” kata Paul Kintner dari Departemen Teknik Elektro Universitas Cornell. Keakuratan GPS akan berkurang hingga 90%, dan dapat rusak. Hal ini sangat membahayakan dunia penerbangan, di mana fungsi GPS sudah seperti “nafas pada Manusia.

Hal ini pernah terjadi beberapa tahun silam, tepatnya pada akhir oktober 2003. Pada waktu itu, tidak hanya satelit GPS saja yang rusak, tapi juga satelit komunikasi publik.

Namun, yang paling bahaya adalah apabila distribusi listrik terganggu…! Pada 28-30 Oktober 2003, hampir seluruh pembangkit listrik di dunia dinonaktifkan untuk sementara. Apabila listrik tidak dimatikan, maka akan terjadi kerusakan pada pembangkit-pembangkit listrik di setiap negara. Hal ini disebabkan karena terjadinya ketidakstabilan medan magnet di Bumi.

http://www.spacew.com/gallery/image002218.jpg 30 Oktober 2003

Berikut ini, saya ambil info dari www.unisosdem.com :

Dampak di Bumi

Terdapat beberapa dampak badai antariksa yang terjadi tanggal 28 dan 30 Oktober 2003. Dari pengamatan lapisan ionosfer di Tanjungsari, Sumedang, diketahui terjadi penurunan kerapatan elektron secara drastis di lapisan tersebut. Bahkan, begitu rendahnya kerapatan elektron di lapisan ionosfer itu membuat peralatan ionosonda IPS71 tidak mampu merekam keberadaan lapisan tersebut.

Keadaan seperti itu disebut blackout (lihat ilustrasi gambar 2), dan di dunia komunikasi radio ditandai dengan putusnya komunikasi secara tiba-tiba dalam waktu cukup lama. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan sinyal gelombang pendek yang dipancarkan dari Kota Songkla (Thailand bagian selatan) dan diterima di Tanjungsari (gambar 3).

Pada tanggal 30 Oktober 2003, komunikasi Songkla-Tanjungsari putus sampai dua kali. Pertama, blackout selama sekitar empat jam terjadi antara pukul 02.36 WIB sampai dengan pukul 06.36 WIB, dan yang kedua kalinya berlangsung selama lima jam mulai pukul 08.36 WIB sampai 13.36 WIB.

Di antara kejadian blackout pertama dengan yang kedua, sinyal radio masih dapat diterima di Tanjungsari, namun sangat lemah.

Pemantauan sinyal gelombang RRI Jakarta pada frekuensi 9,680 MHz dan ABC Australia pada frekuensi 21,680 MHz juga mengalami gangguan pada hari itu. Bahkan, siaran RRI Jakarta, yang secara rutin dipantau sekitar pukul 9.00 WIB, pada hari itu tidak bisa dipantau.

Siaran ABC, yang dipantau setiap hari pukul 11.00-11.30 WIB, penerimaannya sangat buruk dan tidak seperti hari-hari sebelumnya. Keadaan serupa juga masih terjadi pada hari berikutnya. Bahkan, sinyal gelombang ABC Australia yang sehari sebelumnya masih dapat dipantau, tanggal 31 Oktober 2003 sama sekali tidak dapat dipantau.

Dampak yang lain lagi adalah meningkatnya ketinggian lapisan ionosfer. Beberapa saat sebelum blackout, tanggal 30 Oktober 2003, ketinggian lapisan ionosfer di atas Tanjungsari cenderung meningkat dan sesaat setelah blackout ketinggian lapisan ionosfer mencapai lebih dari 700 km dari permukaan Bumi. Ketinggian lapisan ionosfer normal biasanya hanya sekitar 300-500 km.

Ketinggian yang abnormal seperti ini juga masih terjadi pada tengah hari tanggal 31 Oktober 2003. Kenaikan ketinggian lapisan ionosfer secara drastis ini juga akan menyebabkan putusnya komunikasi radio. Keadaan yang tidak normal kemungkinan juga akan berdampak terhadap satelit orbit rendah (LEO). Selain itu, kami juga mendeteksi adanya kemungkinan gangguan sintilasi terhadap sinyal satelit pada tengah malam tanggal 30 Oktober 2003 sampai dengan dini hari tanggal 31 Oktober 2003 selama lebih dari 6 jam.

Bayangkan… betapa bahayanya apabila di tahun 2011 nanti, akan terjadi seperti ini lagi…!!

1 komentar:

  1. mulai dari sendiri....selamatkan bumi.mari mulai menghemat listrik kalau tidak perlu... matikan.

    BalasHapus